A.
SOSIOLOGI
HUKUM DEFERENSIAL
Salah satu ruang lingkup dari masalah
sosiologi hukum diferensial melalui sudut mikrofisika kepada sudut makrofisika
kenyataan hukum adalah tipologi hukum kelompok-kelompok khusus. Kelompok-kelompok
khusus merupakan unsur pokok dari masyarakat yang menyeluruh. S. Johnson
(2006:225) menyatakan bahwa kriteria-kriteria dalam pengklasifikasian
kelompok-kelompok sebagai berikut:
1. Luasnya,
2. Lamanya,
3. Fungsinya,
4. Sikapnya,
5. Asas organisasinya,
6. Bentuk paksaannya,
7. Jenis persatuannya,
Satuan kolektif
yang nyata terbagi menurut luasnya di dalam kelompok-kelompok khusus dan
kelompok-kelompok yang meliputi. Kelompok yang meliputi ini di dalamnya bentuk
kemasyarakatan superfungsional diwujudkan. Kelompok yang meliputi didapatkan
dalam bangsa, masyarakat internasional dan umat manusia. Sedangkan kelompok
khusus, misalnya negara, kota, gereja, keluraga, dan serikat buruh,
jabatan-jabatan, kelas-kelas, dan lainnya hanya merupakan kelompok-kelompok
sebagian yang terbatas karena tidak mewakili lebih dari satu sektor dari
kelompok menyeluruh. Di dalam pengelompokan ini hanya dapat diwujudkan bentuk
kemasyarakatan fungsional (S. Johnson, 2006:225).
Menurut S.
Johnson (2006) bahwa kelompok-kelompok menyeluruh saja yang pada hakikatnya
berlangsung lama, sebaliknya kelompok-kelompok lainnya hanya bersifat
sementara. Kelompok yang bersifat sementara misalnya; orang banyak (crowds),
pertemuan-pertemuan (meeting), demonstrasi-demonstrasi, komplotan-komplotan,
gerombolan-gerombolan, regu olahraga untuk satu kali pertandingan, dan
sebagainya.
Kelompok yang
berlangsung lama dapat dibagi dalam beberapa tipe berdasarkan sifat umum
fungsi-fungsinya. S. Johnson (2006:226) mengemukakan tipe-tipe kelompok tersebut
sebagai berikut:
1. Kelompok kekeluargaan berdasarkan nenek
moyang mistis atau nenek moyang yang sebenarnya, misalnya klan, keluarga
berdasarkan perkawinan, keluarga sekerabat, kelompok anak-anak, dan lainnya.
2. Kelompok berdasarkan daerah dihubungkan
dengan tempat tinggal dekat satu sama lain, misalnya dusun, kotapraja,
kabupaten, daerah, negara, atau masyarakat politik atau kelompok
ketatanegaraan.
3. Kelompok kegiatan ekonomi, semua kelompok
yang terlibat dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi, misalnya
jabatan-jabatan, serikat buruh, koperasi, kasta-kasta, pabrik, dan sebagainya.
4. Kelompok yang tidak mendapatkan keuntungan
berupa uang, misalnya partai politik, perhimpunan-perhimpunan kesarjanaan,
perkumpulan olahraga, klub-klub.
5. Kelompok mistis-ekstatis, misalnya
gereja-gereja, kongregasi-kongregasi, orde-orde keagamaan, persaudaraan magis,
sekte-sekte, dan lain-lain.
6. Kelompok-kelompok persahabatan atau kelompok
teman semeja, pemuja-pemuja dan penganut-penganut seorang pemimpin dan lainnya.
Dalam kelompok
yang tersebut di atas dapat dibagi lagi diantara mereka sendiri menurut
sikapnya dalam kelompok terpecah dan bersatu. Dalam kelompok yang bersatu
selalu memiliki sikap berdamai, misalnya suku/marga, keluarga berdasarkan
perkawinan, keluarga kerabat, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan,
industri-industri, kelompok filantropis, kesarjanaan, gereja-gereja, dan
kelompok yang bersatu lainnya. Kelompok anak-anak yang merupakan lawan
kelompok-kelompok orang tua merupakan kelompok yang terpecah. Misalnya juga
serikat buruh, organisasi pengusaha, perkumpulan produsen dan konsumen, partai
politik, kelompok magis-ekstatis, sekte-sekte keagamaan termasuk dalam kelompok
terpecah.
Dari kriteria
kelima dalam pengklasifikasian kelompok maka kelompok ada yang tidak
terorganisasi dan kelompok terorganisasi. Kelompok sementara memiliki kemampuan
untuk berorganisasi karena kemampuan tersebut hakikatnya berpengaruh pada
bentuk kemasyarakatan aktif dibandingkan bentuk kemasyarakatan pasif.
Kemasyarakatan yang pasif cenderung mencegah pengorganisasian.
Kriteria keenam
membagi kelompok dalam bentuk kelompok dengan paksaan yang bersyarat dan tidak
bersyarat. Dalam S. Johnson (2006) dinyatakan bahwa paksaan-paksaan yang
bersyarat mempunyai bentuk serba keras dan represif, misalnya hukum siksa dan
penjara oleh gilda-gilda dan universitas-universitas pada abad pertengahan.
Sedangkan paksaan yang tidak bersyarat bersifat lunak dan bersifat restitutif
(mengganti kerugian) misalnya denda-denda ringan, kewajiban membayar karena
menyebabkan kerusakan-kerusakan dalam hukum sipil.
Menurut kriteria
jenis persatuanya maka kelompok dibagi dalam kelompok-kelompok unitaristis,
federalistis dan konfederalistis. S. Johnson (2006:230) mengemukakan bahwa
kelompok unitaristis, apabila organisasinya merupakan suatu sintesa langsung
dari bentuk-bentuk kemasyarakatan, atau apabila sub-sub organisasi yang
terdapat di dalamnya memainkan peranan kecil karena organisasi pusat menguasai
mereka, misalnya segala macam desentralisasi. Kelompok federalistis, apabila
organisasinya merupakan satu sintesa dari sub-sub organisasi, yakni satu
sintesa yang sedemikian rupa sehingga kelompok pusat dan sub-sub kelompok
senilai dalam membentuk persatuan. Sedangkan kelompok yang konfederalistis,
apabila organisasinya adalah satu sintesa sub-sub organisasi yang demikian
tersusun sehingga sub-sub organisasi berkuasa atas kelompok pusat.
Deferensiasi
kerangka-kerangka hukum sebagai tipe kelompok. S. Johnson (2006:235),
menyatakan bahwa deferensiasi kerangka-kerangka hukum dalam kerangka-kerangka
berdasarkan kelompok-kelompok, kelompok aktivitas ekonomi dan kelompok
mistis-ekstatis. Selain itu, terdapat pula kerangka hukum persatuan, federal
dan konfederasi. Dalam kerangka hukum persatuan yang memainkan peranan adalah
hukum communion dan hukum massa. Sedangkan dalam kerangka hukum federal dan
konfederasi yang memainkan peranan adalah hukum perkauman.
Berbicara
kerangka hukum dikenal pula kerangka hukum yang terpecah belah dan menyatukan.
Dalam kerangka hukum terpecah-belah daya kemampuannya hebat. Misalnya dalam
perjuangan, pertentangan hukum proletar dan hukum borjuis, kita menjumpai suatu
sengketa antara dua tata tertib hukum yang berlainan mengatur kehidupan batin
dari dua golongan tersebut. Kelompok yang mempersatukan adalah suatu kelompok
sintesa yang diresapi oleh jiwa bersifat kompromi. Selain itu, terdapat pula
kerangka hukum nasional dan internasional. Dalam S. Johnson (2006:239) bahwa
hukum perkauman memainkan peranan utama dalam kerangka hukum nasional, sedang
dalam kerangka hukum internasional dikuasai oleh hukum massa. Tat tertib hukum
nasional dan internasional mempunyai beberapa persamaan dalam arti mempunyai
corak yang khas karena sifatnya yang suprafungsional.
Dalam S. Johnson
(2006:245-246), menetapkan empat macam tipe hukum sosial menurut lingkup
tipologi hukum kelompok-kelompok yang tersebut di atas yakni:
1. Kerangka-kerangka hukum sosial murni dan
independen, jika ada sengketa, lebih tinggi atau sederajat dengan tata tertib
hukum negara misalnya hukum nasional suprafungsional, hukum internasional,
hukum gereja katolik, dan lainnya,
2. Kerangka-kerangka hukum sosial murni yang
dibawahkan per-walian negara, yakni mempunyai hak yang memaksa tanpa syarat dan
bersifat otonom,
3. Kerangka-kerangka hukum sosial otonom uang
dianeksasi oleh negara, yakni yang dibawahkan olehnya, baik dengan jalan
inkorporasi didalamnya sebagai “jawatan-jawatan umum yang didesentralisasikan”
maupun hanya dengan mengangkatnya ke dalam lapangan istimewa dari hukum publik,
4. Kerangka-kerangka hukum sosial yang ditempa
dalam kerangka hukum negara demokratis, yang karakteristiknya telah kita
ketahui.
Sosiologi hukum
diferensial selain membahas ruang lingkup mengenai tipologi hukum pengelompokan
khusus juga membicarakan tentang tipologi hukum masyarakat-masyarakat yang
menyeluruh. selanjutnya akan dibicarakan tipe-tipe masyarakat yang menyeluruh,
sebagaimana yang dikemukakan oleh S. Johnson (2006:250) sebagai berikut:
1. Sistem masyarakat banyak bidang yang
mempunyai dasar magis-keagamaan,
2. Sistem hukum dari masyarakat yang mendapat
kesejenisan (homogeneity) oleh asas karismatisme teokratis,
3. Sistem hukum dari masyarakat yang mendapat
kesejenisannya oleh pengutamaan kelompok dosmetik-politik sistem yang sedikit-banyaknya
dirasionalkan,
4. Sistem-sistem hukum dari masyarakat feodal
berdasarkan pengutamaan yuridis gereja sistem yang setengah mistik dan setengah
dirasionalkan,
5. Sistem hukum dari masyarakat yang
dipersatukan oleh pengutamaan kota dan kekaisaran sistem yang lebih
dirasionalkan,
6. Sistem hukum dari masyarakat yang
dipersatukan oleh pengutamaan negara teritorial dan otonomi kehendak individual,
7. Sistem-sistem hukum dari
masyarakat-masyarakat dewasa ini yang didalamnya kelompok-kelompok aktivitas
ekonomi dan negara teritorial berjuang untuk mendapatkan suatu keseimbangan
hukum baru-sistem yang bersifat sementara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar