Rabu, 27 Juni 2012

Produksi


PRODUKSI

PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk hidup tentunya membutuhkan makan dan minum guna mempertahankan kelangsungan hidup. Untuk itu, manusia harus bekerja, banting tulang tiap harinya demi mendapatkan uang. Uang tersebut yang dipergunakan membeli kebutuhan hidup, baik sandang, papan, maupun pangan. Manusia dikatakan hidup sejahtera ketika sudah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya, seorang suami yang sudah mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, istri dan anak-anaknya.
Barang dan jasa merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi manusia baik secara individu maupun dalam hidup berkelompok. Manusia pun melakukan kegiatan ekonomi, dimana manusia itu berusaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumberdaya masyarakat. Kegiatan ekonomi merupakan gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Cara yang dimaksud tersebut berkaitan dengan semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang-barang ataupun jasa-jasa langka.
Berikut ini kita akan bahas lebih lanjut mengenai produksi sebagai salah satu aktifitas ekonomi manusia.
PENGERTIAN PRODUKSI
Produksi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu “production”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, produksi diartikan sebagai proses pengeluaran hasil; penghasilan. Selain itu, produksi juga dimaknai sebagai hasil dan pembuatan. Dengan demikian produksi dikatakan sebagai segala kegiatan dengan prosesnya yang dapat menciptakan hasil, penghasilan dan pembuatan. Produksi mencakup dan meliputi banyak kegiatan. Misalnya, pabrik kain yang mengelolah bahan mentah menghasilkan kain dengan berbagai warna dan motifnya, pabrik yang membuat makanan siap saji, ibu rumahtangga yang memasak makanan untuk anggota keluarganya, atau petani memanen padi di sawah, dan sebagainya.
Kegiatan produksi tersebut menghasilkan suatu produk. Produk itulah yang distribusikan selanjutnya dikonsumsi oleh masyarakat. Kata produk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai 1) barang atau jasa yang dibuat ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu; 2) benda atau yang bersifat kebendaan seperti barang, bahan, atau bangunan yang merupakan hasil konstruksi; 3) hasil; hasil kerja. Dari ketiga definisi produk yang disebutkan diatas dapat dipahami produk itu berkaitan dengan proses yang dinamakan kerja.
PANDANGAN TOKOH SOSIOLOGI TENTANG PRODUKSI
Berikut ini akan kita bahas mengenai pandangan para tokoh teori sosiologi klasik tentang produksi. Para tokoh tersebut membicarakan produksi dengan sudut pandang dan isi dari teori yang dikembangkan beragam. Para tokoh dengan pemikirannya yang akan didiskusikan adalah Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber.
1.        Karl Marx
Marx mengatakan manusia adalah makhluk yang mampu melakukan kerja. Manusia dianggap sebagai produsen melalui kerja yang dilakukannya. Proses kerja yang dilakukan menghasilkan suatu produk, merupakan hakekat manusia yang membedakannya dari makhluk lainnya, seperti binatang.
Dalam kapitalisme, manusia sebagai pekerja tidak lagi mempunyai kontrol atas potensi yang terkandung dalam kerja mereka. Potensi yang dimaksudkan Marx adalah tenaga kerja (labour-power), kepada kapitalis dipertukarkan dengan benda abstrak yang terdapat dalam upah. Dalam  kapitalisme dikenal sistem upah-kerja. Kerja (produksi) tidak dianggap sebagai tindak pemenuhan kebutuhan (konsumsi) namun sekedar sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan. Manfaat tenaga kerja tidak lagi ditemukan pada kemampuan untuk menghasilkan objjek yang dapat memenuhi dan mengembangkan kebutuhan pekerja, tetapi sebagai benda abstrak yang dapat dipertukarkan dengan upah. Pertukaran tersebut menyebabkan tenaga kerja sebagai komoditas.
2.        Emile Durkheim
Untuk melihat gagasan sosiologi Durkheim mengenai produksi dapat ditelusuri dari bukunya The Division of Labor in Society. Dalam buku itu, Durkheim menjelaskan tentang teori perubahan sosial dan mendiskusikan dua tipe masyarakat yaitu masyarakat yang berlandaskan solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik dapat dirujuk pada masyarakat pedesaan dicirikan dengan pembagian kerja yang rendah, kesadaran kolektif kuat, individualitas rendah, hukum refresif dominan, pola normative sebagai consensus terpenting dalam komunitas, dan saling ketergantungan rendah. Sedangkan masyarakat yang berlandaskan solidaritas organik dirujuk pada masyarakat kota yang ditandai pembagian kerja yang tingggi, kesadaran kolektif lemah, individualitas tinggi, hukum restitutif dominan, nilai abstrak dan umum sebagai consensus terpenting dalam komunitas dan saling ketergantungan tinggi. Perbedaan kedua tipe masyarakat tersebut di atas sangatlah jelas.
Menurut Durkheim, terjadinya perubahan masyarakat dari mekanik menjadi masyarakat organik dimulai dari adanya pertambahan penduduk disertai kepadatan moral. Maksudnya terjadi pertambahan penduduk disertai pertambahan komunikasi dan interaksi antara para anggota. Sehingga perjuangan hidup menjadi tajam. Menghindari terjadinya konflik maka diadakan pembagian kerja secara terspesialisasi.
3.        Max Weber
Pemikiran sosiologi Weber tentang produksi dapat ditelusuri dalam bukunya Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Dimana Weber dalam buku tersebut melihat hubungan elective affinity, yaitu hubungan yang memiliki konsistensi logis dan pengaruh motivasional yang bersifat mendukung secara timbal balik, antara etika protestan dan semangat kapitalisme pada awal perkembangan kapitalisme modern. Ditemukan adanya aspek tertentu dalam etika protestan sebagai perangsang yang kuat dalam meningkatkan pertumbuhan sistem ekonomi kapitalis modern dalam tahap-tahap pembentukannya.
Dalam pandangan Weber, dimana penganut protestan seperti Calvinisme dan Metodisme percaya pada konsep predistinasi yaitu gagasan bahwa keselamatan abadi di akhirat atau masuknya orang sorga telah ditentukan oleh Allah dan tidak dapat diubah oleh perbuatan baik atau buruk manusia dalam kehidupannya di muka bumi. Orang protestan menjadi gelisah dan tidak tinggal diam. Mereka mencari tahu tanda apa dia termasuk orang yang terpilih atau tidak terpilih untuk memperoleh keselamatan abadi atau masuk sorga. Pada masa awal, penganut protestan percayai bahwa kesuksesan dan kesejaterahan yang dihasilkan oleh pekerjaan adalah tanda dari terpilihnya mereka memperoleh keselamatan abadi. Dengan demikian pekerjaan ditempatkan sebagai suatu panggilan suci (beruf atau calling). Akibatnya secara logis, menghasilkan motivasi untuk setia terhadap pekerjaan, berprestasi dalam pekerjaan, membatasi konsumsi, dan gaya hidup yang rasional dan sistematis. Pola motivasi dari etika protestan tersebut mamiliki konsistensi logis dan saling mendukung secara motivasional dengan semangat kapitalisme modern yang sedang berkembang seperti akuntansi rasional, hukum rasional, dan teknik rasional.
FOKUS KAJIAN SOSIOLOGI TENTANG PRODUKSI
Seperti yang diterangkan mengenai pandangan dari tiga tokoh teori di atas yaitu Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber, produksi dapat dipahami sebagai suatu proses yang diorganisasi secara sosial dimana barang dan jasa diciptakan. Terkait dengan hal tersebut, adapun fenomena produksi yang menjadi fokus kajian sosiologi adalah sebagai berikut:
1.      Kerja (ideologi, nilai, sikap, motivasi, dan kepuasan),
2.      Faktor produksi (tanah, tenaga kerja, teknologi, kapital, dan organisasi),
3.      Pembagian kerja,
4.      Cara-cara produksi,
5.      Hubungan-hubungan produksi,
6.      Proses teknologis (instrument, pengetahuan, jaringan operasi, kepemilikan)
7.      Alienasi
8.      Teknologi dan kerja
9.      Pendidikan, teknologi, dan kerja
PRODUKSI UNTUK DIGUNAKAN DAN PRODUKSI UNTUK DIJUAL
Pada dasarnya barang mempunyai dua jenis nilai yaitu nilai guna (use value) dan nilai tukar (exchange value). Nilai guna suatu barang dipahami sebagai nilai kebergunaan suatu barang atau keuntungan yang diberikan suatu barang ketika digunakan. Misalnya, nilai guna pakaian bagi manusia yang menjadi pelindung tubuh dari panasnya matahari ataukah dinginnya suhu pada malam hari. Seperti juga nilai guna suatu kendaran bermotor sebagai alat transportasi yang membantu manusia dalam mempermudah perjalanannya dari suatu tempat ke tempat lain sebagai tujuan.
Suatu barang juga mamiliki nilai tukar, artinya nilai barang itu diperoleh ketika barang tersebut ditukarkan dengan barang lain. Misalnya, dua orang bersepakat menukarkan barang miliknya, orang pertama memberikan 150 m2 tanah kepada orang kedua sebagai ganti dari sepeda motor, maka nilai tukar sepeda motor tersebut adalah 150 m2 tanah. Nilai tukar dapat diukur atau dinilai berdasarkan barang berharga lain seperti emas atau dengan perantaraan medium pertukaran yaitu uang.
Menurut Sanderson, oleh Damsar bahwa sistem ekonomi itu sendiri cenderung diorganisasi, terutama, menurut salah satu dari dua jenis nilai ini. Pada masyarakat pra-kapitalis, produksi barang untuk nilai guna merupakan perhatian satu-satunya produsen. Barang diproduksi agar dapat dikonsimsi bukan agar dapat dipertukarkan dengan barang lain. Sebaliknya pada masyarakat kapitalisme modern, produksi ditujukan terutama untuk nilai tukarnya. Guna memperoleh sejumlah uang yang diterima produsen kapitalis atas barang yang dijual di pasar. Jelas juga bahwa barang-barang yang dijual itu memiliki nilai guna, jika tidak maka orang tidak akan membeli barang tersebut. Di sini sangatlah jelas bahwa barang-barang diproduksi oleh para produsen kapitalis untuk mendapatkan nilai tukarnya bukan nilai gunanya. Sehingga kapitalisme modern adalah suatu ekonomi produksi untuk dijual (production for exchange economy). Bukan untuk digunakan sendiri.
PRODUKSI SEPANJANG SEJARAH MANUSIA
1.    Produksi pada Masyarakat Prakapitalis
Secara etimologis, kata kapitalis berasal dari kata “capital” yang akar katanya dari bahasa Latin “caput” berarti “kepala”. Berger oleh Damsar, istilah kapitalis dipahami pada abad ke-12 dan abad ke-13 adalah dana, persediaan barang, sejumlah uang dan bunga uang pinjaman. Sementara kapitalis menurut Berger (1990) oleh Damsar mengacu pada pemilik “kapital”. Menurut Max Weber oleh Damsar, seperti yang dikutip Berger konsep usaha kapitalis merupakan suatu kegiatan ekonomi yang ditunjukkan pada suatu pasar dan dipacu untuk menghasilkan laba dengan adanya pertukaran. Pasar yang dimaksudkan adalah suatu sistem pengaturan produksi dan distribusi barang untuk pertukaran bagi pencapaian tujuan memperoleh laba, keuntungan atau margin berdasarkan hukum permintaan dan penawaran.
Dari gambaran definisi yang diungkapkan Weber maka dapat dikatakan bahwa masyarakat prakapitalis marupakan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi tidak ditujukan untuk pasar dan tidak untuk menghasilkan laba melalui pertukaran.
Menurut Polanyi dan kawan-kawan (1957)  oleh Damsar ekonomi dalam masyarakat prakapitalis (aslinya mereka menggunakan konsep pra industri), melekat (embeded) dalam institusi sosial, agama, dan politik. Kehidupan masyarakat prakapitalis diatur oleh resiprositas, redistribusi, dan kerumahtanggaan (householding). Mekanisme pasar tidak boleh mendominasi kehidupan ekonomi, sehingga permintaan dan penawaran bukan sebagai pembentuk harga tetapi lebih kepada tradisi atau otoritas politik.
Masyarakat prakapitalis dibagi atas dua jenis yaitu masyarakat yang belum tersentuh revolusi pertanian dan yang sudah tersentuh revolusi pertanian. yang dimaksud masyarakat yang belum tersentuh revolusi pertanian adalah kelompok kecil yang hidup berpindah-pindah, berkelana mencari makanan melalui meramu, menangkap ikan, berburu, berladang pindah dan beternak. Termasuk dalam masyarakat yang belum tersentuh antara lain masyarakat pemburu dan peramu, hortikultura sederhana, dan holikultura intensif. Dalam masyarakat pemburu dan peramu berkembang sistem komunisme primitive, sebagaimana yang dikatakan Karl Marx yaitu suatu jenis masyarakat dimana orang memenuhi kebutuhan subsistensinya dengan berburu dan meramu atau bentuk-bentuk pertanian sederhana dan semua sumber daya alam yang penting dimiliki bersama. Pada masyarakat holikultura dimana terdapat kepemilikian oleh keluarga besar dan sebagaian berkembang menjadi kepemilikan oleh pemimpin (kepala suku, kepala adat, atau kepala wilayah). Mereka memiliki teknologi yang sangat sederhana. Masyarakat ini meramu hasil-hasil hutan (kemeyan, kamper, dll), menangkap ikan atau hewan buruan, membuat alat kerja pertanian yang sangat sederhana (tombak, busur, dan anak panah).
Masyarakat yang sudah tersentuh revolusi pertanian merupakan kelompok yang hidup dari sistem sosial ekonomi pertanian atau dikenal dengan istilah masyarakat agraris. Masyarakat ini sudah hidup menetap, membuat pemukiman, membuka dan mengembangkan lahan pertanian, membentuk desa dan mengembangkan gaya hidup baru. Dalam masyarakat ini telah berkembang sistem pemilikan modal, dari kepemilikan komunal menjadi kepemilikan oleh pemimpin, sebagain berlanjut pada kepemilikan pribadi. Teknologi yang dimiliki sudah berkembang ditandai dengan sudah adanya sistem irigasi, alat tenun bukan mesin (ATBM), peralatan kerja pertanian seperti bajak, cangkul, parang, tombak, dan sebagainya. Pada masyarakat ini mereka memproduksi berbagai hasil pertanian (sayur-sayuran, buah-buahan, dll), kerajinan rumahtangga(panci, cangkir, guci, dll), tenunan kain, dan peralatan kerja pertanian yang lebih canggih.
Di Indonesia sebagian masyarakat pedesaan masih hidup dalam sistem ekonomi pertanian. hal ini terlihat jelas dimana masyarakat hidup bertani yang menjadi warisan dari nenek moyang. Bertani dilakukan lebih kepada tujuan untuk bertahan hidup, kalaupun ada hasil prosuksi yang dijual di pasar itu hanya merupakan bagian dari subtensi untuk bertahan hidup, misalnya untuk biaya sekolah anaknya.
2.    Produksi pada Masyarakat Kapitalis dan Pascakapitalis
Masyarakat kapitalis merupakan masyarakat yang dalam melakukan kegiatan ekonomi ditujukan untuk pasar dan menghasilkan laba serta mengakumulasi modal melalui pertukaran. Sistem ekonomi dikontrol, diatur, dan diarahkan oleh pasar itu sendiri. Pasar dianggap sebagai tempat penyediaan barang, termasuk jasa, dengan harga tertentu yang berdasarkan harga tadi akan memenuhi permintaan. Uang berfungsi sebagai daya beli berada di tangan pemiliknya. Produksi dan distribusi dipercayakan kepada mekanisme mengatur diri sendiri (self-regulating mechanism). Produksi dikontrol oleh harga, demikian juga distribusi bergantung oleh harga.
Perbedaan pengertian masyarakat kapitalis dan masyarakat pascakapitalis terletak pada landasan ekonomi industri yang berdasarkan pada Fordisme dan pasca-Fordisme. Masyarakat kapitalis berhubungan dengan fordisme dan masyarakat pascakapitalis berhubungan dengan pasca-Fordisme.
Fordisme, menurut Geogre Ritzer (2002) serta Ritzer dan Goodman (2003) oleh Damsar, merupakan gagasan, prinsip, dan sistem yang ditumbuhkembangkan oleh Henry Ford. Tokoh ini berjasa dalam mengembangkan sistem produksi massal modern, terutama melalui penciptaan sistem perakitan mobil secara bergilir (assembly line). Ciri-ciri Fordisme yaitu:
1.      Produksi Massal untuk Produksi Sejenis
Fordisme melibatkan produksi homogen massal. Memproduksi secara banyak suatu barang yang sejenis yang dijual di pasar nasional, di pasar regional, bahkan di pasar global. Contoh sebuah pabrik mobil memproduksi suatu jenis mobil dengan model, warna dan seri secara massal.
2.      Penggunaan Teknologi yang Tidak Fleksibel
Ciri teknologi Fordisme adalah teknologi jalur perakitan (assembly line), yaitu suatu teknologi semi otomatis dimana setiap jalur memiliki spesifikasi pekerjaan dengan tingkat keterampilan tertentu seperti tukang pasang baut (mur), pasang pintu, pasang spion, pasang ban dan seterusnya sampai pada suatu jalur dimana suatu mobil sempurna diproduksi kemudian siap dipasarkan.
3.      Adopsi Rutinitas Kerja Standar (Taylorisme)
Seorang buruh pekerja hanya memiliki keterampilan kerja tertentu yang terstandar. Misalnya, seseorang yang memasang ban motor, yang dikerjakan terus menerus sepanjang waktu dengan cara yang sama.
4.      Peningkatan Produktivitas berasal dari Ekonomi Skala, serta Penghapusan Skill, Intensifikasi, dan Homogenitas Kerja
Ekonomi skaladimaksudkan sebagai perusahaan besar menghasilkan sejumlah besar produk bisa memproduksi tiap produk individu lebih murah dibandingkan perusahaan kecil yang menghasilkan barang dalam jumlah kecil. Penghapusan skill (keahlian) dipahami sebagai produktivitas meningkat bila banyak pekerja melakukan pekerjaan yang memerlukan sedikit skill bahkan tanpa skill (misalnya memasang ban mobil) dibandingkan apa yang terjadi pada waktu lalu, sedikit pekerja dengan skill tinggi yang melakukan seluruh pekerjaan. Intensifikasi adalah semakin menuntut dan cepat suatu proses produksi akan semakin tinggi produktivitas. Homogenitas kerja berarti tiap pekerja melakukan jenis kerja khusus yang sama.
5.      Pertumbuhan Pasar Bagi Item Produksi Massal, yang Menimbulkan Homogenisasi Pola Konsumsi
Fordisme menciptakan pertumbuhan pasar bagi homogen industri produksi massal akan menimbulkan homogenisasi pola konsumsi. Misalnya, pertumbuhan pasar nasional bagi mobil yang diproduksi massal dalam arti satu model, satu seri, dan satu warna, mendorong perkembangan pola konsumsi yang seragam (homogen).
6.      Meningkatnya Pekerja Massal dan Serikat Pekerja yang Birokratis
Fordisme membutuhkan peningkatan pekerja massal seiring dengan kebutuhan dari pertumbuhan industri yang merespon pertumbuhan pasar terhadap produksi massal. Peningkatan jumlah pekerja massal menciptakan serikat pekerja yang birokratis.
7.      Negosiasi Serikat Pekerja Mengenai Keseragaman Upah Berkaitan Erat dengan Keuntungan dan Produktivitas
Fordisme melahirkan serikat pekerja yang berfungsi untuk menegoisasi upah yang seragam atas keuntungan dan produktifitas perusahaan yang sebagian disumbangkan oleh aktifitas pekerja.
8.      Kenaikan Permintaan Atas Kenaikan Suplai Produk yang Diproduksi Secara Massal, Berkaitan dengan Unionisasi, Menyebabkan Kenaikan Upah
Fordisme menghasilkan produk massal dalam jumlah banyak oleh para pekerja. Peningkatan permintaan produk massal akan mmeningkatkan upah para pekerja.
9.      Pasar Untuk Produk Dipengaruhi oleh Kebijakan Ekonomi Keynesian dan Pasar untuk Tenaga Kerja Ditangani Melalui Persetujuan Kolektif yang Diatur Pemerintah
Menurut Sumitro Djojohadikusuma (1991) oleh Damsar, kebijakan ekonomi Keynesian dikenal sebagai demand management. Artinya kebijakan yang berpola pengelolaan terhadap pengeluaran agregatif dan pengendalian tentang permintaan efektif. Pasar tenaga kerja tidak diserahkan murni pada hukum pasar, yang dibangun oleh keadaan dari permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja, namun ditangani oleh suatu persetujuan kolektif yang melibatkan negara, serikat pekerja, dan perusahaan.
10.  Lembaga Pendidikan Umu m Menyediakan Tenaga Kerja Massal yang Diperlukan oleh Industri
Fordisme menciptakan lembaga pendidikan umum yang mampu memasok tenaga kerja massal. Lembaga pendidikan umum memproduksi secara massal lulusan yang mampu menggerakkan industri Fordisme.
Pasca-Fordisme, Fordisme tumbuh sepanjang abad ke-20 khususnya di Amerika Serikat, ia mencapai puncaknya dan menurun di tahun  1970-an, khusunya setelah krisis minyak bumi tahun 1973, diikuti dengan penurunan industri mobil Amerika serta berkembangnya industri mobil Jepang sehingga menjadi pesaing potensial bagi produk mobil Amerika. Ini menurut Ritzer dan Goodman sebagai indokator kemerosotan Fordisme dan kemunculan pasca-Fordisme yang ditandai oleh:
1.      Minat Terhadap Produk Massal Menurun, Minat Terhadap Produk Khusus Meningkat
2.      Produk yang Lebih Terspesialisasi Memerlukan Jangka Waktu yang Lebih Pendek, yang Dapat Dihasilkan dalam Sistem yang Lebih Kecil dan Lebih Produktif
3.      Produksi yang Lebih Fleksibel Menjadi Menguntungkan dengan Datangnya Teknologi Baru
4.      Teknologi Baru Memerlukan Tenaga Kerja yang Selanjutnya Mempunyai Keterampilan yang Berbeda dan Pendidikan yang Lebih Baik, Lebih Bertanggungjawab dan Otonomi Makin Besar
5.      Produksi Harus Dikontrol Melalui Sistem yang Lebih Fleksibel
6.      Birokrasi yang Sangat Besar dan Tidak Fleksibel Perlu Diubah Secara Dramatis agar Beroperasi Lebih Lanjut
7.      Serikat Pekerja yang Dibirokrasikan (dan Partai Politik) Tidak Lagi Memadai untuk Mewakili Kepentingan Tenaga  Kerja Baru yang Sangat Terdiferensiasi
8.      Perundingan Kolektif yang Terdesentralisasi Menggantikan Negosiasi yang Tersentralisasi
9.      Tenaga Kerja Menjadi Semakin Terdiferensiasi dan Memerlukan Komoditas, Gaya Hidup, dan Saluran Kultural yang Makin Terdiferensiasi
10.  Kejayaan Negara Tersentralisasi Tidak Lagi Dapat Memenuhi Kebutuhan Rakyat yang Berbeda-beda dan Diperlukan Lembaga yang Lebih Terdiferensiasi dan Lebih Fleksibel
Menurut Martin J Lee (2006) oleh Damsar, terdapat dua tipe ideal antara komoditas masyarakat kapitalis dan pasca-kapitalis. Berikut perbedaan tersebut:
a.       Durabilitas versus Nondurabilitas
Komoditi dalam masyarakat Fordisme ditekankan perketahanan usia atau tahan lama karena kuat atau tidak cepat rusak dari sisi komponen material produk seperti barang-barang elektronik, sedangkan pada masa pasca-Fordisme produk yang ditawarkan tidak lagi mengutamakan soal ketahanan usia.
b.      Elektro-mekanis versus Elektro-mikro
Pada masa Fordisme komoditas lebih banyak dikembangkan pada basis elektromekanis seperti mobil, radia, dan sebagainya. Sedangkan masa pasca-Fordisme berbagai komoditas berbasis elektro mikro dikembangkan seperti komputer, kamera, handphone, dan sebagainya.
c.       Materi versus Ekperensial
Pada masa Fordisme lebih ditekankan pada materinya, sedangkan pada masa pasca-Fordisme pada pengalaman terhadap komoditas.
d.      Soliditas versus Fluiditas
Komoditas produksi Fordis mengadopsi ideologi yang didalamnya ciri “soliditas” yaitu komoditas yang terkolonialisasi oleh aspek temporal dan spasial seperti telepon, televise, lemari es, dan sebagainya yang diikat oleh runag dan waktu. Sedangkan komoditas pasca-fordis adalah barang yang disesuaikan dengan pembebasan dimensi temporal dan spasial yang sebelumnya relatif bersifat statis dalam kehidupan sosial. Dorongan kearah ‘fluidisasi’ kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam komoditas modern tampak dalam beberapa wujud seperti komoditas yang dapat digunakan diberbagai lokasi dan waktu seperti stereo pribadi, telepon seluler, kamera perekam, dan sebagainya.
e.       Struktur versus Fleksibilitas
Selain soliditas, Fordisme juga mengandung ideologi struktur. Kekakuan struktural dalam organisasi produksi Fordisme dipecahkan dengan penemuan teknologi baru yang lebih fleksibel pada pasca-Fordisme. Sehingga organisasi produksi dan produk yang dihasilkan semakin fleksibel. Fleksibelitas komoditas ditunjukkan oleh adanya bonsainisasi/miniaturisasi komoditas yaitu membuat produk yang lebih kecil dalam hal ukuran fisik komoditas. Jadi, pada masa Fordisme suatu komoditas menempati ruang yang besar, sedangkan masa pasca-Fordisme telah terjadi kompresi spasial dari suatu produk sehingga kesannya produk bonsai.
f.       Kolektif versus Individualitas
Pada masa Fordisme komoditas diproduksi secara massal yang ditujukan bagi kebutuhan yang dikonstruksi melalu media secara kolektif. Sedangkan masa pasca-Fordisme komoditas diproduksi bagi berbagai segmen pasar yang berbeda sehingga suatu produk mengalami perubahan bentuk, warna, dan ukuran sesuai dengan target pasar yang dibidik.
g.      Homogen versus Heterogen
Masa Fordisme komoditas diproduksi secara massal yang bersifat homogen dalam ukuran, warna, dan fungsi. Pada masa Fordis belum mampu menghasilkan produk massal yang berbeda-beda. Sedangkan masa pasca-Fordisme komoditas diproduksi secara heterogenitas, dimana teknologi berkembang dengan pesatnya sehingga mampu menghasilkan produk dengan berbagai bentuk, ukuran, warna, pernik, dan tambahan fungsi.
h.      Terstandar versus Biasa
Semua komoditas yang diproduksi pada masa Fordis semua kegiatannya terstandar dalam ukuran, warna dan fungsi mulai dari input, proses sampai pada output. Sedangkan massa pasca-Firdisme, ukuran, warna, dan fungsi produk tidak lagi terstandar, namun tetap produk itu memiliki standar kualitas.
i.        Perangkat keras versus Perangkat Lunak
Perangkat lunak pada masa pasca-Fordis berkembang pesat dibanding masa sebelumnya. Misalnya telepon seluler memiliki berbagai macam program yang dapat diaplikasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang ada. Masa Fordis komputer dan telepon lebih terkait dengan perangkat lunak saja.
j.        Tetap versus Portabel
Masa Fordis komoditasnya bersifat tetap, artinya komoditas yang diproduksi secara massal terikat pada ruang sehingga harus berada tetap di ruang tersebut. Contoh, telepon pada Fordis tidak dapat dipindah-pindahkan kecuali kabelnya juga dipindahkan. Sedangkan, pasca-Fordis komoditas diproduksi dalam bentuk portabel melalui inovasi teknologi yang tidak terikat dengan ruang dan dapat dipindah-pindahkan seperti telepon seluler, radio, televisi, komputer, dan sebagainya.
k.      Bertahan Lama versus Instan
Produk Fordis merupakan komoditas yang tahan lama, keunggulan produk dapat dipergunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang relatif panjang. Sedangkan masa pasca-Fordis komoditas diproduksi untuk masa yang relatif pendek, karena inovasi teknologi berkembang pesat,sehingga mampu memperoduksi suatu barang terus menerus dengan berbagai model dalam bentuk, warna, dan fungsi. Sehingga produk pasca-Fordisme cepat usang atau ketinggalan zaman karena selalu diproduksi komoditas yang lebih terbaru.
l.        Fungsi versus Bentuk
Fungsi menjadi hal utama ditawarkan pada konsumen, pengiklanan yang dilakukan perusahaan lebih menonjolkan keunggulan fungsi. Berbeda pada pasca-Fordis perusahaan menawarkan bentuk, warna,  ukuran, pernik, dan asesoris dari komoditas yang ditawarkan kepada konsumen. Masa pasca-Fordis, masyarakat tidak hanya melihat fungsi suatu barang tetapi lebih pada bentuk, warna, ukuran, pernik, dan asesoris dari produk tersebut disesuaikan dengan gaya miliknya.
m.    Manfaat versus Gaya
Komoditas yang ditawarkan lebih diutamakan fungsinya daripada lainnya maka masa Fordis manfaat dari suatu produk lebih ditonjolkan kepada konsumen. Sedangkan masa pasca-Fordis gaya menjadi hal yang utama ditonjolkan kepada konsumen karena komoditas diproduksi harus memenuhi keinginan dan kebutuhan terhadap suatu gaya, terutama gaya hidup.
KESIMPULAN
Produksi merupakan proses kegiatan ekonomi dengan pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA) dan teknologi untuk menghasilkan barang maupun jasa yang dipergunakan  dalam  memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dalam hal ini terjadi kerjasama atau solidaritas anggota masyarakat dalam melakukan proses produksi untuk mendapatkan barang dan jasa itu. Sebagaimana yang telah diterang bahwa produksi itu melalui suatu  penginputan, proses pengolahan sampai pada output sehingga komoditas yang dihasilkan menjadi sempurna siap didistribusikan dan dikonsumsi masyarakat.

2 komentar: