“PRODUKSI”
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk
hidup tentunya membutuhkan makan dan minum guna mempertahankan kelangsungan
hidup. Untuk itu, manusia harus bekerja, banting tulang tiap harinya demi
mendapatkan uang. Uang tersebut yang dipergunakan membeli kebutuhan hidup, baik
sandang, papan, maupun pangan. Manusia dikatakan hidup sejahtera ketika sudah
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya, seorang suami yang sudah mampu
memenuhi kebutuhan keluarganya, istri dan anak-anaknya.
Barang dan jasa
merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi manusia baik secara individu
maupun dalam hidup berkelompok. Manusia pun melakukan kegiatan ekonomi, dimana
manusia itu berusaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang
berhubungan dengan pengalokasian sumberdaya masyarakat. Kegiatan ekonomi
merupakan gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup
mereka terhadap barang dan jasa. Cara yang dimaksud tersebut berkaitan dengan
semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi,
distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang-barang ataupun jasa-jasa langka.
Berikut ini kita akan
bahas lebih lanjut mengenai produksi sebagai salah satu aktifitas ekonomi
manusia.
PENGERTIAN PRODUKSI
Produksi merupakan kata
serapan dari bahasa Inggris, yaitu “production”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, produksi diartikan sebagai proses
pengeluaran hasil; penghasilan. Selain itu, produksi juga dimaknai sebagai
hasil dan pembuatan. Dengan demikian produksi dikatakan sebagai segala kegiatan
dengan prosesnya yang dapat menciptakan hasil, penghasilan dan pembuatan.
Produksi mencakup dan meliputi banyak kegiatan. Misalnya, pabrik kain yang
mengelolah bahan mentah menghasilkan kain dengan berbagai warna dan motifnya,
pabrik yang membuat makanan siap saji, ibu rumahtangga yang memasak makanan
untuk anggota keluarganya, atau petani memanen padi di sawah, dan sebagainya.
Kegiatan produksi
tersebut menghasilkan suatu produk. Produk itulah yang distribusikan
selanjutnya dikonsumsi oleh masyarakat. Kata produk dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai 1) barang atau jasa yang dibuat ditambah gunanya
atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses
produksi itu; 2) benda atau yang bersifat kebendaan seperti barang, bahan, atau
bangunan yang merupakan hasil konstruksi; 3) hasil; hasil kerja. Dari ketiga
definisi produk yang disebutkan diatas dapat dipahami produk itu berkaitan
dengan proses yang dinamakan kerja.
PANDANGAN TOKOH SOSIOLOGI TENTANG
PRODUKSI
Berikut ini akan kita
bahas mengenai pandangan para tokoh teori sosiologi klasik tentang produksi.
Para tokoh tersebut membicarakan produksi dengan sudut pandang dan isi dari
teori yang dikembangkan beragam. Para tokoh dengan pemikirannya yang akan
didiskusikan adalah Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber.
1.
Karl Marx
Marx
mengatakan manusia adalah makhluk yang mampu melakukan kerja. Manusia dianggap
sebagai produsen melalui kerja yang dilakukannya. Proses kerja yang dilakukan
menghasilkan suatu produk, merupakan hakekat manusia yang membedakannya dari
makhluk lainnya, seperti binatang.
Dalam
kapitalisme, manusia sebagai pekerja tidak lagi mempunyai kontrol atas potensi
yang terkandung dalam kerja mereka. Potensi yang dimaksudkan Marx adalah tenaga
kerja (labour-power), kepada kapitalis dipertukarkan dengan benda abstrak yang
terdapat dalam upah. Dalam kapitalisme
dikenal sistem upah-kerja. Kerja (produksi) tidak dianggap sebagai tindak
pemenuhan kebutuhan (konsumsi) namun sekedar sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan. Manfaat tenaga kerja tidak lagi ditemukan pada kemampuan untuk
menghasilkan objjek yang dapat memenuhi dan mengembangkan kebutuhan pekerja,
tetapi sebagai benda abstrak yang dapat dipertukarkan dengan upah. Pertukaran
tersebut menyebabkan tenaga kerja sebagai komoditas.
2.
Emile Durkheim
Untuk
melihat gagasan sosiologi Durkheim mengenai produksi dapat ditelusuri dari
bukunya The Division of Labor in Society. Dalam buku itu, Durkheim menjelaskan
tentang teori perubahan sosial dan mendiskusikan dua tipe masyarakat yaitu
masyarakat yang berlandaskan solidaritas mekanik dan solidaritas organik.
Masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik dapat dirujuk pada masyarakat
pedesaan dicirikan dengan pembagian kerja yang rendah, kesadaran kolektif kuat,
individualitas rendah, hukum refresif dominan, pola normative sebagai consensus
terpenting dalam komunitas, dan saling ketergantungan rendah. Sedangkan
masyarakat yang berlandaskan solidaritas organik dirujuk pada masyarakat kota
yang ditandai pembagian kerja yang tingggi, kesadaran kolektif lemah,
individualitas tinggi, hukum restitutif dominan, nilai abstrak dan umum sebagai
consensus terpenting dalam komunitas dan saling ketergantungan tinggi.
Perbedaan kedua tipe masyarakat tersebut di atas sangatlah jelas.
Menurut
Durkheim, terjadinya perubahan masyarakat dari mekanik menjadi masyarakat
organik dimulai dari adanya pertambahan penduduk disertai kepadatan moral.
Maksudnya terjadi pertambahan penduduk disertai pertambahan komunikasi dan
interaksi antara para anggota. Sehingga perjuangan hidup menjadi tajam.
Menghindari terjadinya konflik maka diadakan pembagian kerja secara
terspesialisasi.
3.
Max Weber
Pemikiran sosiologi Weber tentang produksi dapat
ditelusuri dalam bukunya Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Dimana Weber
dalam buku tersebut melihat hubungan elective
affinity, yaitu hubungan yang memiliki konsistensi logis dan pengaruh
motivasional yang bersifat mendukung secara timbal balik, antara etika
protestan dan semangat kapitalisme pada awal perkembangan kapitalisme modern.
Ditemukan adanya aspek tertentu dalam etika protestan sebagai perangsang yang
kuat dalam meningkatkan pertumbuhan sistem ekonomi kapitalis modern dalam
tahap-tahap pembentukannya.
Dalam pandangan Weber, dimana penganut protestan
seperti Calvinisme dan Metodisme percaya pada konsep predistinasi yaitu gagasan
bahwa keselamatan abadi di akhirat atau masuknya orang sorga telah ditentukan
oleh Allah dan tidak dapat diubah oleh perbuatan baik atau buruk manusia dalam
kehidupannya di muka bumi. Orang protestan menjadi gelisah dan tidak tinggal
diam. Mereka mencari tahu tanda apa dia termasuk orang yang terpilih atau tidak
terpilih untuk memperoleh keselamatan abadi atau masuk sorga. Pada masa awal,
penganut protestan percayai bahwa kesuksesan dan kesejaterahan yang dihasilkan
oleh pekerjaan adalah tanda dari terpilihnya mereka memperoleh keselamatan
abadi. Dengan demikian pekerjaan ditempatkan sebagai suatu panggilan suci (beruf atau calling). Akibatnya secara logis, menghasilkan motivasi untuk setia
terhadap pekerjaan, berprestasi dalam pekerjaan, membatasi konsumsi, dan gaya
hidup yang rasional dan sistematis. Pola motivasi dari etika protestan tersebut
mamiliki konsistensi logis dan saling mendukung secara motivasional dengan
semangat kapitalisme modern yang sedang berkembang seperti akuntansi rasional, hukum
rasional, dan teknik rasional.
FOKUS KAJIAN SOSIOLOGI TENTANG PRODUKSI
Seperti yang
diterangkan mengenai pandangan dari tiga tokoh teori di atas yaitu Karl Marx,
Emile Durkheim, dan Max Weber, produksi dapat dipahami sebagai suatu proses
yang diorganisasi secara sosial dimana barang dan jasa diciptakan. Terkait
dengan hal tersebut, adapun fenomena produksi yang menjadi fokus kajian
sosiologi adalah sebagai berikut:
1. Kerja
(ideologi, nilai, sikap, motivasi, dan kepuasan),
2. Faktor
produksi (tanah, tenaga kerja, teknologi, kapital, dan organisasi),
3. Pembagian
kerja,
4. Cara-cara
produksi,
5. Hubungan-hubungan
produksi,
6. Proses
teknologis (instrument, pengetahuan, jaringan operasi, kepemilikan)
7. Alienasi
8. Teknologi
dan kerja
9. Pendidikan,
teknologi, dan kerja
PRODUKSI UNTUK DIGUNAKAN DAN PRODUKSI
UNTUK DIJUAL
Pada dasarnya barang
mempunyai dua jenis nilai yaitu nilai guna (use
value) dan nilai tukar (exchange
value). Nilai guna suatu barang dipahami sebagai nilai kebergunaan suatu
barang atau keuntungan yang diberikan suatu barang ketika digunakan. Misalnya,
nilai guna pakaian bagi manusia yang menjadi pelindung tubuh dari panasnya
matahari ataukah dinginnya suhu pada malam hari. Seperti juga nilai guna suatu
kendaran bermotor sebagai alat transportasi yang membantu manusia dalam
mempermudah perjalanannya dari suatu tempat ke tempat lain sebagai tujuan.
Suatu barang juga
mamiliki nilai tukar, artinya nilai barang itu diperoleh ketika barang tersebut
ditukarkan dengan barang lain. Misalnya, dua orang bersepakat menukarkan barang
miliknya, orang pertama memberikan 150 m2 tanah kepada orang kedua
sebagai ganti dari sepeda motor, maka nilai tukar sepeda motor tersebut adalah
150 m2 tanah. Nilai tukar dapat diukur atau dinilai berdasarkan
barang berharga lain seperti emas atau dengan perantaraan medium pertukaran
yaitu uang.
Menurut Sanderson, oleh
Damsar bahwa sistem ekonomi itu sendiri cenderung diorganisasi, terutama,
menurut salah satu dari dua jenis nilai ini. Pada masyarakat pra-kapitalis,
produksi barang untuk nilai guna merupakan perhatian satu-satunya produsen.
Barang diproduksi agar dapat dikonsimsi bukan agar dapat dipertukarkan dengan
barang lain. Sebaliknya pada masyarakat kapitalisme modern, produksi ditujukan
terutama untuk nilai tukarnya. Guna memperoleh sejumlah uang yang diterima
produsen kapitalis atas barang yang dijual di pasar. Jelas juga bahwa
barang-barang yang dijual itu memiliki nilai guna, jika tidak maka orang tidak
akan membeli barang tersebut. Di sini sangatlah jelas bahwa barang-barang
diproduksi oleh para produsen kapitalis untuk mendapatkan nilai tukarnya bukan
nilai gunanya. Sehingga kapitalisme modern adalah suatu ekonomi produksi untuk
dijual (production for exchange economy).
Bukan untuk digunakan sendiri.
PRODUKSI SEPANJANG SEJARAH MANUSIA
1. Produksi
pada Masyarakat Prakapitalis
Secara
etimologis, kata kapitalis berasal dari kata “capital” yang akar katanya dari
bahasa Latin “caput” berarti “kepala”. Berger oleh Damsar, istilah kapitalis dipahami
pada abad ke-12 dan abad ke-13 adalah dana, persediaan barang, sejumlah uang
dan bunga uang pinjaman. Sementara kapitalis menurut Berger (1990) oleh Damsar
mengacu pada pemilik “kapital”. Menurut Max Weber oleh Damsar, seperti yang
dikutip Berger konsep usaha kapitalis merupakan suatu kegiatan ekonomi yang
ditunjukkan pada suatu pasar dan dipacu untuk menghasilkan laba dengan adanya
pertukaran. Pasar yang dimaksudkan adalah suatu sistem pengaturan produksi dan
distribusi barang untuk pertukaran bagi pencapaian tujuan memperoleh laba,
keuntungan atau margin berdasarkan hukum permintaan dan penawaran.
Dari
gambaran definisi yang diungkapkan Weber maka dapat dikatakan bahwa masyarakat
prakapitalis marupakan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi tidak
ditujukan untuk pasar dan tidak untuk menghasilkan laba melalui pertukaran.
Menurut
Polanyi dan kawan-kawan (1957) oleh
Damsar ekonomi dalam masyarakat prakapitalis (aslinya mereka menggunakan konsep
pra industri), melekat (embeded)
dalam institusi sosial, agama, dan politik. Kehidupan masyarakat prakapitalis
diatur oleh resiprositas, redistribusi, dan kerumahtanggaan (householding). Mekanisme
pasar tidak boleh mendominasi kehidupan ekonomi, sehingga permintaan dan
penawaran bukan sebagai pembentuk harga tetapi lebih kepada tradisi atau
otoritas politik.
Masyarakat
prakapitalis dibagi atas dua jenis yaitu masyarakat yang belum tersentuh
revolusi pertanian dan yang sudah tersentuh revolusi pertanian. yang dimaksud
masyarakat yang belum tersentuh revolusi pertanian adalah kelompok kecil yang
hidup berpindah-pindah, berkelana mencari makanan melalui meramu, menangkap
ikan, berburu, berladang pindah dan beternak. Termasuk dalam masyarakat yang
belum tersentuh antara lain masyarakat pemburu dan peramu, hortikultura
sederhana, dan holikultura intensif. Dalam masyarakat pemburu dan peramu
berkembang sistem komunisme primitive, sebagaimana yang dikatakan Karl Marx
yaitu suatu jenis masyarakat dimana orang memenuhi kebutuhan subsistensinya
dengan berburu dan meramu atau bentuk-bentuk pertanian sederhana dan semua
sumber daya alam yang penting dimiliki bersama. Pada masyarakat holikultura
dimana terdapat kepemilikian oleh keluarga besar dan sebagaian berkembang
menjadi kepemilikan oleh pemimpin (kepala suku, kepala adat, atau kepala
wilayah). Mereka memiliki teknologi yang sangat sederhana. Masyarakat ini
meramu hasil-hasil hutan (kemeyan, kamper, dll), menangkap ikan atau hewan
buruan, membuat alat kerja pertanian yang sangat sederhana (tombak, busur, dan
anak panah).
Masyarakat
yang sudah tersentuh revolusi pertanian merupakan kelompok yang hidup dari
sistem sosial ekonomi pertanian atau dikenal dengan istilah masyarakat agraris.
Masyarakat ini sudah hidup menetap, membuat pemukiman, membuka dan
mengembangkan lahan pertanian, membentuk desa dan mengembangkan gaya hidup
baru. Dalam masyarakat ini telah berkembang sistem pemilikan modal, dari
kepemilikan komunal menjadi kepemilikan oleh pemimpin, sebagain berlanjut pada
kepemilikan pribadi. Teknologi yang dimiliki sudah berkembang ditandai dengan
sudah adanya sistem irigasi, alat tenun bukan mesin (ATBM), peralatan kerja
pertanian seperti bajak, cangkul, parang, tombak, dan sebagainya. Pada
masyarakat ini mereka memproduksi berbagai hasil pertanian (sayur-sayuran,
buah-buahan, dll), kerajinan rumahtangga(panci, cangkir, guci, dll), tenunan
kain, dan peralatan kerja pertanian yang lebih canggih.
Di
Indonesia sebagian masyarakat pedesaan masih hidup dalam sistem ekonomi
pertanian. hal ini terlihat jelas dimana masyarakat hidup bertani yang menjadi
warisan dari nenek moyang. Bertani dilakukan lebih kepada tujuan untuk bertahan
hidup, kalaupun ada hasil prosuksi yang dijual di pasar itu hanya merupakan
bagian dari subtensi untuk bertahan hidup, misalnya untuk biaya sekolah
anaknya.
2. Produksi
pada Masyarakat Kapitalis dan Pascakapitalis
Masyarakat
kapitalis merupakan masyarakat yang dalam melakukan kegiatan ekonomi ditujukan
untuk pasar dan menghasilkan laba serta mengakumulasi modal melalui pertukaran.
Sistem ekonomi dikontrol, diatur, dan diarahkan oleh pasar itu sendiri. Pasar
dianggap sebagai tempat penyediaan barang, termasuk jasa, dengan harga tertentu
yang berdasarkan harga tadi akan memenuhi permintaan. Uang berfungsi sebagai
daya beli berada di tangan pemiliknya. Produksi dan distribusi dipercayakan
kepada mekanisme mengatur diri sendiri (self-regulating
mechanism). Produksi dikontrol oleh harga, demikian juga distribusi
bergantung oleh harga.
Perbedaan
pengertian masyarakat kapitalis dan masyarakat pascakapitalis terletak pada
landasan ekonomi industri yang berdasarkan pada Fordisme dan pasca-Fordisme.
Masyarakat kapitalis berhubungan dengan fordisme dan masyarakat pascakapitalis
berhubungan dengan pasca-Fordisme.
Fordisme, menurut
Geogre Ritzer (2002) serta Ritzer dan Goodman (2003) oleh Damsar, merupakan
gagasan, prinsip, dan sistem yang ditumbuhkembangkan oleh Henry Ford. Tokoh ini
berjasa dalam mengembangkan sistem produksi massal modern, terutama melalui
penciptaan sistem perakitan mobil secara bergilir (assembly line). Ciri-ciri Fordisme yaitu:
1. Produksi
Massal untuk Produksi Sejenis
Fordisme melibatkan produksi
homogen massal. Memproduksi secara banyak suatu barang yang sejenis yang dijual
di pasar nasional, di pasar regional, bahkan di pasar global. Contoh sebuah
pabrik mobil memproduksi suatu jenis mobil dengan model, warna dan seri secara
massal.
2. Penggunaan
Teknologi yang Tidak Fleksibel
Ciri teknologi Fordisme adalah
teknologi jalur perakitan (assembly line),
yaitu suatu teknologi semi otomatis dimana setiap jalur memiliki spesifikasi
pekerjaan dengan tingkat keterampilan tertentu seperti tukang pasang baut
(mur), pasang pintu, pasang spion, pasang ban dan seterusnya sampai pada suatu
jalur dimana suatu mobil sempurna diproduksi kemudian siap dipasarkan.
3. Adopsi
Rutinitas Kerja Standar (Taylorisme)
Seorang buruh pekerja hanya
memiliki keterampilan kerja tertentu yang terstandar. Misalnya, seseorang yang
memasang ban motor, yang dikerjakan terus menerus sepanjang waktu dengan cara
yang sama.
4. Peningkatan
Produktivitas berasal dari Ekonomi Skala, serta Penghapusan Skill,
Intensifikasi, dan Homogenitas Kerja
Ekonomi skaladimaksudkan sebagai
perusahaan besar menghasilkan sejumlah besar produk bisa memproduksi tiap
produk individu lebih murah dibandingkan perusahaan kecil yang menghasilkan
barang dalam jumlah kecil. Penghapusan skill (keahlian) dipahami sebagai
produktivitas meningkat bila banyak pekerja melakukan pekerjaan yang memerlukan
sedikit skill bahkan tanpa skill (misalnya memasang ban mobil) dibandingkan apa
yang terjadi pada waktu lalu, sedikit pekerja dengan skill tinggi yang
melakukan seluruh pekerjaan. Intensifikasi adalah semakin menuntut dan cepat
suatu proses produksi akan semakin tinggi produktivitas. Homogenitas kerja
berarti tiap pekerja melakukan jenis kerja khusus yang sama.
5. Pertumbuhan
Pasar Bagi Item Produksi Massal, yang Menimbulkan Homogenisasi Pola Konsumsi
Fordisme menciptakan pertumbuhan
pasar bagi homogen industri produksi massal akan menimbulkan homogenisasi pola
konsumsi. Misalnya, pertumbuhan pasar nasional bagi mobil yang diproduksi
massal dalam arti satu model, satu seri, dan satu warna, mendorong perkembangan
pola konsumsi yang seragam (homogen).
6. Meningkatnya
Pekerja Massal dan Serikat Pekerja yang Birokratis
Fordisme membutuhkan peningkatan
pekerja massal seiring dengan kebutuhan dari pertumbuhan industri yang merespon
pertumbuhan pasar terhadap produksi massal. Peningkatan jumlah pekerja massal
menciptakan serikat pekerja yang birokratis.
7. Negosiasi
Serikat Pekerja Mengenai Keseragaman Upah Berkaitan Erat dengan Keuntungan dan
Produktivitas
Fordisme melahirkan serikat pekerja
yang berfungsi untuk menegoisasi upah yang seragam atas keuntungan dan
produktifitas perusahaan yang sebagian disumbangkan oleh aktifitas pekerja.
8. Kenaikan
Permintaan Atas Kenaikan Suplai Produk yang Diproduksi Secara Massal, Berkaitan
dengan Unionisasi, Menyebabkan Kenaikan Upah
Fordisme menghasilkan produk massal
dalam jumlah banyak oleh para pekerja. Peningkatan permintaan produk massal
akan mmeningkatkan upah para pekerja.
9. Pasar
Untuk Produk Dipengaruhi oleh Kebijakan Ekonomi Keynesian dan Pasar untuk
Tenaga Kerja Ditangani Melalui Persetujuan Kolektif yang Diatur Pemerintah
Menurut Sumitro Djojohadikusuma
(1991) oleh Damsar, kebijakan ekonomi Keynesian dikenal sebagai demand management. Artinya kebijakan
yang berpola pengelolaan terhadap pengeluaran agregatif dan pengendalian
tentang permintaan efektif. Pasar tenaga kerja tidak diserahkan murni pada
hukum pasar, yang dibangun oleh keadaan dari permintaan dan penawaran terhadap
tenaga kerja, namun ditangani oleh suatu persetujuan kolektif yang melibatkan
negara, serikat pekerja, dan perusahaan.
10. Lembaga
Pendidikan Umu m Menyediakan Tenaga Kerja Massal yang Diperlukan oleh Industri
Fordisme menciptakan lembaga
pendidikan umum yang mampu memasok tenaga kerja massal. Lembaga pendidikan umum
memproduksi secara massal lulusan yang mampu menggerakkan industri Fordisme.
Pasca-Fordisme, Fordisme
tumbuh sepanjang abad ke-20 khususnya di Amerika Serikat, ia mencapai puncaknya
dan menurun di tahun 1970-an, khusunya
setelah krisis minyak bumi tahun 1973, diikuti dengan penurunan industri mobil
Amerika serta berkembangnya industri mobil Jepang sehingga menjadi pesaing
potensial bagi produk mobil Amerika. Ini menurut Ritzer dan Goodman sebagai
indokator kemerosotan Fordisme dan kemunculan pasca-Fordisme yang ditandai
oleh:
1. Minat
Terhadap Produk Massal Menurun, Minat Terhadap Produk Khusus Meningkat
2. Produk
yang Lebih Terspesialisasi Memerlukan Jangka Waktu yang Lebih Pendek, yang
Dapat Dihasilkan dalam Sistem yang Lebih Kecil dan Lebih Produktif
3. Produksi
yang Lebih Fleksibel Menjadi Menguntungkan dengan Datangnya Teknologi Baru
4. Teknologi
Baru Memerlukan Tenaga Kerja yang Selanjutnya Mempunyai Keterampilan yang
Berbeda dan Pendidikan yang Lebih Baik, Lebih Bertanggungjawab dan Otonomi
Makin Besar
5. Produksi
Harus Dikontrol Melalui Sistem yang Lebih Fleksibel
6. Birokrasi
yang Sangat Besar dan Tidak Fleksibel Perlu Diubah Secara Dramatis agar
Beroperasi Lebih Lanjut
7. Serikat
Pekerja yang Dibirokrasikan (dan Partai Politik) Tidak Lagi Memadai untuk
Mewakili Kepentingan Tenaga Kerja Baru
yang Sangat Terdiferensiasi
8. Perundingan
Kolektif yang Terdesentralisasi Menggantikan Negosiasi yang Tersentralisasi
9. Tenaga
Kerja Menjadi Semakin Terdiferensiasi dan Memerlukan Komoditas, Gaya Hidup, dan
Saluran Kultural yang Makin Terdiferensiasi
10. Kejayaan
Negara Tersentralisasi Tidak Lagi Dapat Memenuhi Kebutuhan Rakyat yang
Berbeda-beda dan Diperlukan Lembaga yang Lebih Terdiferensiasi dan Lebih
Fleksibel
Menurut Martin J Lee (2006) oleh Damsar, terdapat
dua tipe ideal antara komoditas masyarakat kapitalis dan pasca-kapitalis.
Berikut perbedaan tersebut:
a. Durabilitas
versus Nondurabilitas
Komoditi dalam masyarakat Fordisme
ditekankan perketahanan usia atau tahan lama karena kuat atau tidak cepat rusak
dari sisi komponen material produk seperti barang-barang elektronik, sedangkan
pada masa pasca-Fordisme produk yang ditawarkan tidak lagi mengutamakan soal
ketahanan usia.
b. Elektro-mekanis
versus Elektro-mikro
Pada masa Fordisme komoditas lebih banyak
dikembangkan pada basis elektromekanis seperti mobil, radia, dan sebagainya.
Sedangkan masa pasca-Fordisme berbagai komoditas berbasis elektro mikro
dikembangkan seperti komputer, kamera, handphone, dan sebagainya.
c. Materi
versus Ekperensial
Pada masa Fordisme lebih ditekankan
pada materinya, sedangkan pada masa pasca-Fordisme pada pengalaman terhadap
komoditas.
d. Soliditas
versus Fluiditas
Komoditas produksi Fordis
mengadopsi ideologi yang didalamnya ciri “soliditas” yaitu komoditas yang
terkolonialisasi oleh aspek temporal dan spasial seperti telepon, televise,
lemari es, dan sebagainya yang diikat oleh runag dan waktu. Sedangkan komoditas
pasca-fordis adalah barang yang disesuaikan dengan pembebasan dimensi temporal
dan spasial yang sebelumnya relatif bersifat statis dalam kehidupan sosial.
Dorongan kearah ‘fluidisasi’ kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam
komoditas modern tampak dalam beberapa wujud seperti komoditas yang dapat
digunakan diberbagai lokasi dan waktu seperti stereo pribadi, telepon seluler,
kamera perekam, dan sebagainya.
e. Struktur
versus Fleksibilitas
Selain soliditas, Fordisme juga
mengandung ideologi struktur. Kekakuan struktural dalam organisasi produksi
Fordisme dipecahkan dengan penemuan teknologi baru yang lebih fleksibel pada
pasca-Fordisme. Sehingga organisasi produksi dan produk yang dihasilkan semakin
fleksibel. Fleksibelitas komoditas ditunjukkan oleh adanya bonsainisasi/miniaturisasi
komoditas yaitu membuat produk yang lebih kecil dalam hal ukuran fisik
komoditas. Jadi, pada masa Fordisme suatu komoditas menempati ruang yang besar,
sedangkan masa pasca-Fordisme telah terjadi kompresi spasial dari suatu produk
sehingga kesannya produk bonsai.
f. Kolektif
versus Individualitas
Pada masa Fordisme komoditas
diproduksi secara massal yang ditujukan bagi kebutuhan yang dikonstruksi melalu
media secara kolektif. Sedangkan masa pasca-Fordisme komoditas diproduksi bagi
berbagai segmen pasar yang berbeda sehingga suatu produk mengalami perubahan bentuk,
warna, dan ukuran sesuai dengan target pasar yang dibidik.
g. Homogen
versus Heterogen
Masa Fordisme komoditas diproduksi
secara massal yang bersifat homogen dalam ukuran, warna, dan fungsi. Pada masa
Fordis belum mampu menghasilkan produk massal yang berbeda-beda. Sedangkan masa
pasca-Fordisme komoditas diproduksi secara heterogenitas, dimana teknologi
berkembang dengan pesatnya sehingga mampu menghasilkan produk dengan berbagai
bentuk, ukuran, warna, pernik, dan tambahan fungsi.
h. Terstandar
versus Biasa
Semua komoditas yang diproduksi
pada masa Fordis semua kegiatannya terstandar dalam ukuran, warna dan fungsi
mulai dari input, proses sampai pada output. Sedangkan massa pasca-Firdisme, ukuran,
warna, dan fungsi produk tidak lagi terstandar, namun tetap produk itu memiliki
standar kualitas.
i.
Perangkat keras versus Perangkat Lunak
Perangkat lunak pada masa
pasca-Fordis berkembang pesat dibanding masa sebelumnya. Misalnya telepon
seluler memiliki berbagai macam program yang dapat diaplikasikan dengan menggunakan
perangkat lunak yang ada. Masa Fordis komputer dan telepon lebih terkait dengan
perangkat lunak saja.
j.
Tetap versus Portabel
Masa Fordis komoditasnya bersifat
tetap, artinya komoditas yang diproduksi secara massal terikat pada ruang
sehingga harus berada tetap di ruang tersebut. Contoh, telepon pada Fordis
tidak dapat dipindah-pindahkan kecuali kabelnya juga dipindahkan. Sedangkan,
pasca-Fordis komoditas diproduksi dalam bentuk portabel melalui inovasi
teknologi yang tidak terikat dengan ruang dan dapat dipindah-pindahkan seperti
telepon seluler, radio, televisi, komputer, dan sebagainya.
k. Bertahan
Lama versus Instan
Produk Fordis merupakan komoditas
yang tahan lama, keunggulan produk dapat dipergunakan secara terus menerus
dalam jangka waktu yang relatif panjang. Sedangkan masa pasca-Fordis komoditas
diproduksi untuk masa yang relatif pendek, karena inovasi teknologi berkembang
pesat,sehingga mampu memperoduksi suatu barang terus menerus dengan berbagai
model dalam bentuk, warna, dan fungsi. Sehingga produk pasca-Fordisme cepat
usang atau ketinggalan zaman karena selalu diproduksi komoditas yang lebih
terbaru.
l.
Fungsi versus Bentuk
Fungsi menjadi hal utama ditawarkan
pada konsumen, pengiklanan yang dilakukan perusahaan lebih menonjolkan
keunggulan fungsi. Berbeda pada pasca-Fordis perusahaan menawarkan bentuk,
warna, ukuran, pernik, dan asesoris dari
komoditas yang ditawarkan kepada konsumen. Masa pasca-Fordis, masyarakat tidak
hanya melihat fungsi suatu barang tetapi lebih pada bentuk, warna, ukuran, pernik,
dan asesoris dari produk tersebut disesuaikan dengan gaya miliknya.
m. Manfaat
versus Gaya
Komoditas yang ditawarkan lebih
diutamakan fungsinya daripada lainnya maka masa Fordis manfaat dari suatu
produk lebih ditonjolkan kepada konsumen. Sedangkan masa pasca-Fordis gaya
menjadi hal yang utama ditonjolkan kepada konsumen karena komoditas diproduksi
harus memenuhi keinginan dan kebutuhan terhadap suatu gaya, terutama gaya
hidup.
KESIMPULAN
Produksi merupakan
proses kegiatan ekonomi dengan pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), sumber
daya alam (SDA) dan teknologi untuk menghasilkan barang maupun jasa yang
dipergunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dalam
hal ini terjadi kerjasama atau solidaritas anggota masyarakat dalam melakukan
proses produksi untuk mendapatkan barang dan jasa itu. Sebagaimana yang telah
diterang bahwa produksi itu melalui suatu
penginputan, proses pengolahan sampai pada output sehingga komoditas
yang dihasilkan menjadi sempurna siap didistribusikan dan dikonsumsi masyarakat.
minta daftar pustakanya
BalasHapusminta daftar pustakanya
BalasHapus